Get Doc |
A.
FAKTOR HERIDITAS
Faktor
yang mempengaruhi perkembangan anak yang diturunkan melelui gene, disebut
faktor heriditas. Faktor tersebut adalah bentuk sifat-sifat atau karakteristik yang
menentukan batas-batas perkembangan anak walaupun tidak mutlak. Dengan kata
lain sifat-sifat yang dibawa semenjak lahir atau melalui heriditas menjadi Blue
print perkembangan anak tersebut. Dengan diketahuinya pengaruh heriditas
terhadap perkembangan anak, maka kita mengetahui Blue print perkembangan anak
tersebut, sehingga kita tidak menuntut anak mencapai perkembangan di luar Blue
print perkembangannya.
Faktor
heriditas juga mempengaruhi irama perkembangan anak. Anak yang secara heriditas
memiliki sifat-sifat dengan kualitas intelektual tinggi akan mempunyai irama
perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang memiliki kualitas
intelektual rendah.
1.
Sifat-Sifat
yang Diturunkan Secara Heriditas
Ada dua jenis
sifat yang diturunkan secara hereditas yaitu sifat intelektual dan sifat
temperamen (keperibadian). Setiap anak mewarisi kualitas intelektual dan
temperamen yang berbeda. Hal ini dibahas secara lebih luas dalam uraian berikut
ini:
a. Potensi
Intelektual
Didalam kelas
akan dijumpai anak yang secara potensial memiliki kualitas intelektual tinggi,
sedan dan rendah. Makin tinggi potensi intelektual anak makin cepat dan mudah
baginya menyelesaikan tugas tugas perkembangan. Sebaliknya, makin rendah
potensi intelektuak anak makin lambat tugas-tugas perkembangan tercapai.
Di
sekolah dasar akan dijumpai anak yang disebut “dull normal” dengan IQ 80-85. Kemampuan berfikir anak ini berada
dibawah kemampuan berfikir anak normal (IQ 85-115). Anak dull
normal (si normal yang bodoh) dapat memasuki Sekolah Dasar, tetapi
memerlukan bimbingan khusus secara terus menerus dari guru. Perhatian,
ketekunan, kreatifitas dan kesabaran guru diperlukan untuk membimbing anak ini.
2
Di
Sekolah kita di Indonesia, anak anak yangt seperti ini tidak jarang ditemui.
Oleh karena itu diperlukan pengamatan guru yang tajam untuk mengetahuinya dan
keterampilan yang profesional untuk membimbingnya.
Anak anak Sekolah Dasar yang memiliki potensi
intelektual diatas normal pun akan ditemui di Sekolah Dasar seperti anak
Superior dengan IQ 120-130 dan anak sangat superior 130 keatas. Anak anak yang
memiliki kemampuan intelektual superir dan sangat superior ini menurut Terman
(1959) cenderung mempunyai ciri-ciri kemampuan belajar tertentu. Anak anak yang
superior mempunyai ciri-ciri kemampuan belajar sebagai berikut:
1. Dapat
mempergunakan kata-kata secara tepat.
2. Mempunyai
Perkembangan Bahasa yang baik, Sehingga dapat mengulang dengan baik segala
sesuatu yang bersifat verbal.
3. Memiliki
pengamatan dan perekaman yang jelas tentang objek yang diamati.
4. Mempunyai
keterampilan yang dapat dibanggakan dalam bidang seni kalau dilatih.
5. Suka
pada buku buku, kamus, ataupun ensiklopedia.
6. Memahami
dan menemukan hubungan sebab akibat suatu peristiwa dengan mudah.
7. Memiliki
kemampuan yang cepat untuk membaca.
8. Memiliki
potensi berhitung yang kuat.
9. Cenderung
untuk merasa bosan dengan tugas tugas rumah, tetapi mereka senang belajar
mandiri.
Ciri-ciri
anak yang sangat superior sebagai berikut:
1. Memiliki
cara-cara penyesuaian sosial yang baik, khususnya dengan teman sebaya.
2. Mencerminkan
kesehatan fisik yang baik.
3. Mampu
mengerjakan pekerjaan sekolah dengan cepat, berkemampuan untuk berbahasa yang
bagus, tetapi tulisan mereka kebanyakan kurang baik.
4. Dapat
membaca sebelum masuk sekolah. Bahkan menurut Terman, ada anak yang baru
berumur 25 bulan, telah dapat membaca sebaik kemampuan membaca murid kelas I
Sekolah Dasar pada akhir tahun.
5. Mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan bahasa yang sangat baik.
3
6. Memiliki
sifat kepemimpinan yang terkenal diantara teman sebaya.
7. Memiliki
dorongan keikut sertaan yang tinggi dalam kegiatan kelompok.
8. Memilki
kemampuan untuk menyelesaikan kurikulum dua, bahkan empat tingkat diatas
kurikulum kelas anak normal yang sebaya.
b. Tempramen
( Kepribadian)
Setiap anak Sekolah Dasar memiliki
tempramen yang mewarnai kepribadiannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Tempramen merupakan sebagian dari kepribadian. Kepribadian adalah sifat-sifat
khas seseorang yang menentukan kecenderungan orang itu dalam bertingkah laku.
Kepribadian itu diperoleh dari heriditas dan belajar, yaitu melaui
pembiasaan-pembiasaan dalam menghadapi lingkungan. Kepribadian terkait erat
dengan sifat-sifat emosional dan sosial dalam menghadapi lingkungan.
Tempramen merupakan sifat-sifat
emosi dan sosial yang sduah dibawa semenjak lahir, yang bukan merupakan hasil
belajar. Semenjak lahir anak Sekolah Dasar telah memiliki sifat-sifat emosi dan
sosial tertentu yang menunjukan kekhasan tempramennya. Yung (page, 1947) mengemukakan
bahwa ada dua jenis tempramen, yaitu introver
dan ekstrover. Anak Sekolah Dasar
yang memiliki tempramen introver
cenderung menampakan sifat-sifat sebagai berikut :
1. Pendiam,
tertutup dan menunjukan sifat-sifat dingin atau perasaan sepi.
2. Sukar
bagi mereka untuk memulai hubungan dengan orang lain. Mereka sulit untuk
membina keakraban dengan anak-anak lain.
3. Cenderung
melakukan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjektif.
4. Mudah
tersinggung, dan mudah mencurigai orang lain sehingga tidak tahan terhadap
kritikan.
5. Emosi
yang dingin, sehingga teman sebaya kurang senang bergaul dengannya.
Anak-anak
Sekolah Dasar yang memiliki tempramen ekstrover menampakkan tingkah laku
sebagai berikut:
1. Mudah
bergaul, banyak berbicara, dan ramah.
2. Mudah
membina keakraban dengan orang lain.
3. Cenderung
melakukan pertimbangan yang bersifat objektif. Mudah memahami pikiran dan
perasaan orang lain.
4. Tabah
tidak mudah tersinggung dan tahan kritikan.
5. Emosi
yang hangat, periang dan impulsif.
4
2.
Prinsip-Prinsip
Penurunan Sifat-Sifat Melalui Heriditas
a. Prinsip
reproduksi
Penurunan
sifat-sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui gene. Oleh kerena
itu kemampuan atau sifat-sifat yang didapat oleh orang tua karena belajar tidak
diturunkan melalui heriditas. Dengan memahami prinsip-prinsip ini maka dalam
melayani murid guru tidak dapat menuntut anak berprestasi sebagaimana orang
tuanya dalam bidang tertentu yang orang tuanya berprestasi baik.
b. Prinsip
konformitas
Setiap jenis menurunkan jenis. Bahwa manusia dengan
segala sifatnya akan menurunkan manusia juga dengan sifat-sifat kemanusiaannya.
Prinsip ini mempunyai implikasi terhadap guru bahwa murid-murid yang
dihadapinya adalah anak-anak manusia dengan sifat-sifat kemanusiaannya. Dalam
mendidik mereka, sifat-sifat kemanusiaan mereka harus dihormati dan
dikembangkan dengan pantas. Sebagai makhluk rasional siswa mampu berfikir,
memahami, mengingat, membandingkan, menganalisis, dan mengambil kesimpulan.
Oleh karena itu, mereka mampu berpendapat, beride dan mencari jalan keluar
berbagai permasalahan yang dihadapinya asal saja mereka diberi kesempatan dan
bimbingan.
c. Prinsip
Variasi
Bahwa sel benih atau gene mengandung banyak sifat
yang dapat melahirkan individu-individu yang berbeda. Dari prinsip ini guru
hendaknya mendapat pemahaman, bahwa setiap anak memiliki sifat-sifat dan
kemampuan yang berbeda walaupun mereka bersaudara kandung.
d. Prinsip regresif filial
Sifat-sifat kejiwaan yang diturunkan oleh orang tua
kepada anaknya cenderung mempunyai kualitas sama dengan sifat-sifat kejiwaan
orang pada umumnya. Orang tua yang memiliki sifat kejiwaan diatas kualitas
sifat-sifat kejiwaan pada umumnya, cenderung untuk melahirkan anak-anak dengan
kualitas kejiwaan di bawah kualitasendiri, demikian pula sebaliknya.
5
Dengan memahami prinsip ini guru hendaknya menyadari
bahwa kemampuan anak tidak dapat diukur dengan membandingkannya dengan
kemampuan orang tuanya. Prinsip ini mengharuskan guru menerima anak sebagaimana
adanya dan memberikan pelayanan belajar sesuai dengan kebutuhannya.
B. FAKTOR LINGKUNGAN
Lingkungan menentukan penyelesaian tugas-tugas perkembangan sesuai
dengan pola yang ditentukan heriditas. Dengan kata lain lingkungan yang
menentukan apa apa potensi potensi yang
diturunkan melalui gene akan teraktulisasi secara optimal atau tidak.
Lingkungan yang merangsang anak belajar secara optimal dapat mengembvangkan
seluruh potensi anak. Begitu pula sebaliknya. Pengaruh lingkungan dapat dibagi
atas dua yaitu lingkungan non sosial dan lingkungan sosial.
1. Lingkungan
Non Sosial.
a. Gizi
anak sebagai manusia memerlukan
kebutuhan fisik, seprti makanan yang bergizi dan mengandung vitaminn, suasana
yang tenteram, air dan udara yang bersih serta cahayan yang cukup. Anak akan
mencapai tugas-tugas perkembangan dengan baik kalau kebutuhan fisiknya
terpenuhi. Ada beberapa pengaruh yang buruk terhadap perkembangan mental anak,
jika ia kekurangan gizi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutton-Smith (1973)
sebagai berikut:
1. Anak
mengalami gangguan emosi
Mereka
tidak dapat beremosi bahagia, tetapi cenderung menampakkan emosi sedih, dingin
dan tidak mudah tersentuh perasaannya dalam mengasihi orang lain. Akibatnya
terjadilah siklus yang dimulai dari sikap menyendiri karena kekurangmampuan
bergaul dengan teman sebaya, lalu orang tua merasa tidak senang, menunjukkan
sikap membenci atau menolak anak.
2. Anak
mengalami kemampuan mental rendah dan keabnormalan fisik.
Kekurangan
gizi khususnya vitamin B menyebabkan kemampuan mental rendah. Kekuranagn
vitamin C dan D menyebabkan ke abnormalan fisik. Apabila anak kekurangan
Vitamin A, anak akan mengalami kerusakan mata dan kalau kelebihan Vitamin A,
menyebabkan anak kurang bergairah, sulit memusatkan perhatian dalam belajar
(Hutching dan Gibbon, 1971)
6
3. Anak
mengalami pertumbuhan syaraf otak yang kurang sempurna.
Jika kekurangan
gizi dialami anak selama dalam kandungan atau pada umur lima tahun kebawah
(BALITA), maka keadaan ini dapat merusak pertumbuahan syaraf dan otak. Murid sekolah dasar yang
mengkonsumsi gizi rendah, semenjak masa konsepsi (dalam kandungan) pada umumnya
memilki kemampuan mental yang rendah. Mereka termasuk anak anak yang lambat
belajar, menampakkan emosi kurang bahagia, mudah tersinggung dan marah.
4. Anak
mengalami ketegangan psikologis
Kekurantgan
gizi dapat juga menimbulkan ketegangan psikologis pada anak. Anak mencoba untuk
mengatasi psikologis-nya itu dengan cara menghindari lingkungan sosial dan
menjauhi berbagai permasalahan dalam hidupnya. Keadaan inilah yang membentuk
pola interaksi sosial anak yang kurang baik.
Guru atau pendidik hendaklah
mengerti bahwa murid-murid yang berasal dari lingkungan berstatus ekonomi
rendah, cenderung kurang gizi. Oleh karena itu, kemampuan belajar mereka juga
cenderung rendah. Namun tidak jarang terjadi anak anak yang kekuranganb gizi
berasal dari keluarga yang status ekonominya tinggi. Hal ini disebabkan oleh
karena pengetahuan tentang menu makanan mereka yang tidak benar.
b. Suasana
Lingkungan
Suasana ribut atau bising yang
terus menerus menyelimuti kehidupan anak, dapat mengganggu pendengaran anak.
Akibatnya dalam belajar berbahasa dengan tekanan berbahasa ynag halus sukar
bagi anak. Suasana bising dilingkungan sekolah, menyebabkan konsentrasi belajar
cepat buyar dan motivasi belajar sukar ditumbuhkan. Hal ini disebabkan kurangnya
perasaan nyaman dan tenteram dalam diri anak. Anak terbiasa berbicara dengan
nada suara yang keras atau ribut ribut; cara berbicara yang sebenarnya tidak
diinginkan.
7
2. Lingkungan
Sosial
Lingkuangan
sosial adalah tempat terjadinya hubungan sosial antara seseorang dengan orang
lain. Dalam hubungan sosial akan terjadi hubungan saling mepengaruhi antara
orang dengan orang lain. Dengan masuknya anak ke Sekolah Dasar, berarti anak
memasuki lingkungan sosial yang lebih luas daripada sebelumnya. Lingkungan sosial
anak sekarang meliputi keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Keterlibatan murid
dengan orang dewasa selain dengan orang tuanya dan teman sebaya yang bukan anak
tetangga makin meningkat. Semua lingkungan sosial itu akan memberi pengaruh
terhadap perkembangan anak.
a. Lingkungan
keluarga
Keluarga
merupakan unit sosial pertama yang dijumpai anak dalam hidupnya. Oleh karena
itu, pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak sangat besar sekali. Dari
keluargalah anak memperoleh konsep diri, peranan yang harus diperankan sesuai
dengan jenis kelamin, ketrampilan intelektual maupun sosial, dan sikap mereka
terhadap sekolah. Ada berbagai tipe pelyanan keluarga yang mempengaruhi
perkembangan anak. Masing-masing tipe pelayanan itu adalah sebagai berikut,yaitu:
1. Tipe
pelayanan orang tua yang hangat
2. Tipe
pelayanan orang tua yang mengekang
3. Tipe
pelayanan orang tua yang mengabaikan
4. Tipe
pelayanan orang tua yang bermusuhan
Dengan
dipahaminya tipe pelayanan orang tua dan pengaruhnya terhadap perkembangan
anak, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bagi anak-anak yang sedang dalam
periode perkembangan setingkat sekolah dasar dibutuhkan situasi sosial keluarga
yang menampakkan ciri-ciri berikut ini, yaitu:
a. Melayani
dan merangsang dorongan keingintahuan anak
b. Memberikan
kasih sayang dan pethatian yang penuh
8
b. Lingkungan
Sekolah
Sekolah
dapat membentuk ketrampilan sosial emosional dan intelektual anak. Penelitian
yang dilakukan oleh Boyutton, Daggu dan Turner (Stagner, 1961) menunjukan bahwa
jika guru selalu dalam ketegangan psikologis maka murid-muridnyapun mengalami
ketegangan psikologis seperti yang dialami gurunya. Guru yang pemarah,
pengomel, dan pencerewet, menyebabkan muridnya meniru
tingkah laku gurunya itu, dan hal ini
menimbulkan gangguan perkembangan emosi anak.
1. Kepribadian
guru
Tidak ada yang
menyangsikan tentang pentingnya peranan guru dalam mengembangkan tingkah laku
anak walaupun berbagai alat teknologi dapat membantu proses belajar. Suasana
emosional yang menimbulkan kehangatan, kegairahan dan perasaan aman ditimbulkan
guru dalam mengajar tidak dapat digantikan oleh alat teknologi secanggih
apapun. Di bawah ini dikemukakan sifat-sifat guru yang baik dan pengaruhnya
terhadap anak.
a. Guru
yang hangat dan menimbulkan keakraban, memberikan pengaruh yang positif
terhadap kesenangan, kegairahan anak dalam belajar.
b. Guru
dengan kualitas pertanyaan yang bagus, bukan hanya sekedar meminta jawaban anak
dalam bentuk pengulangan kembali apa yang telah dipelajari atau apa yang ada
dalam buku.
c. Gur
yang suka menghargai keberhasilan murid walau sebesar apapun keberhasilan itu,
dapat meningkatkan ide atau aspirasi murid.
d. Guru
yang memiliki kematangan sosial emosional, pengetahuan yang luas dan daya nalar
yang tinggi guru itu dapat menggerakan proses belajar mengajar, sehingga anak
mau belajar.
2. Tipe
mengajar guru dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak
Ada tiga tipe
guru dalam mengajar yang masing-masing menimbulkan pengaruh berbeda terhadap
keadaan psikologis anak, yaitu tipe demokratis, otoriter, dan mengabaikan.
9
a. Tipe
demokratis
Guru
yang demokratis dalam mengajar menampakkan cara [pelayanan yang lebih banyak
mempertimbangkan kepentingan murid daripada kepentingan guru sendiri. Guru yang
demokratis, dalam mengajar cenderung mengusahakan berbagai cara untuk mengikutsertakan
anak dalam belajar dan lebih banyak menghargai usaha anak, memberi kesempatan
kepada anak agar anak mencoba mengatur dan mengarahkan dirinya serta mengambil
keputusan sendiri dalam belajar.
b. Tipe
otoriter
Tipe
otoriter menampilkan pendekatan mengajar dimana guru mendominasi situasi kelas.
Pengajaran berpusat kepada kurikulum atau materi. Guru cenderung menyuruh siswa
mengerjakan tugas yang cara penyelesaiannnya tidak boleh lain dari cara yang
ditentukan oleh guru. Guru seperti ini cenderung menentukan daripada memberi
saran.
Tindakan guru yang otoriter
berpengaruh buruk terhadap anak. Dengan teknik otoriter atau guru mendominasi
proses belajar mengajar, cenderung melakukan tindakan mendominasi pula kepada
kawan-kawannya.
c. Tipe
mengabaikan
Guru
yang bertipe mengabaikan ( laissez faire ) menampakan tingkah laku dalam
mengajar sebagi berikut :
1. Partisipasi
guru sangat sedikit
2. Seringkali
hasil kerja anak tidak dibahas atau dioertanyakan.
3. Guru
tidak merencanakan sama sekali hubungan yang akrab dengan anak.
Tindakan guru seperti ini dapat menimbulkan pengaruh
buruk terhadap tingkah laku anak, yaitu sebagai berikut :
1. Anak
tidak merasa bertanggung jawab dengan hasil belajarnya atau tingkah lakunya
sendiri.
2. Murid
tidak merasa tertarik untuk belajar dengan disiplin yang benar.
10
3. Perasaan
kecewa atau persaan tidak puas dalam belajar sering di rasakan oleh anak.
4. Untuk
mendapat nilai yang baik anak melakukan cara-cara yang tidak terpuji.
d. Lingkungan
teman sebaya
Anak
sekolah dasar lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya daripada dengan
orang tuanya. Oleh karena itu, berada di Sekolah Dasar disebut periode usia
kelompok, karena memperlihatkan keinginan yang kuat untuk diterima oelh
kelompok sebaya. Anak pada usia ini sangat takut terhadap penolakan kelompok.
Oleh karena itu, anak berusaha sekuat-kuatnya untuk menyesuaikan dirinya dengan
standar bertingkah laku yang dibenarkan oleh kelompok, sekalipun bertentangan
dengan nilai-nilai atau standar bertingkah laku yang di setujui oleh orang tua.
Pengaruh kelompok tidaklah selalu baik, yaitu apabila nilai-nilai dakam
kelompok tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada pada keluarga. Oleh karena
itu, tugas orang tua dan guru adalah mengadakan pendekatan terhadap kelompok
dan membimbing anggota kelompok untuk membimbing tinggi nilai-nilai dan norma
yang berlaku.