A.
Pengertian aliran pendidikan
Aliran
pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan.
Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk menunjukkan
hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka membuktikan kebenaran-kebenaran
melalui eksperimentasi dan observasi serta berfungsi menjelaskan pokok
bahasannya. O’Connor mendenifisikan istilah “teori” ini katanya:
Kata “teori” sebagaimana yang dipergunakan dalam konteks
pendidikan secara umum adalah sebuah tema yang apik. Teori yang dimaksudkan
hanya dianggap absah manakala kita tetapkan hasil-hasil eksperimental yang
dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau sosiologi hingga sampai kepada
praktek kependidikan.
Aliran-aliran
pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan tentang
aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai
dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi
pada beberapa rumpun aliran klasik.
Aliran-aliran
klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan
walaupun dengan pengembanganpengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman.
B. Macam-macam aliran-aliran klasik
1. Aliran empirisme
Aliran ini di motori oleh John
Locke (1632-1704) dari Inggris. Kata empirisme berasal dari kata emperious (bahasa latin ). Adapun
secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Aliran ini bertolak dari Lockean Tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari
sisi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan
sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja, 2000:194).
Pokok pikiran yang dikemukakan
oleh aliran ini menyatakan bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan,
sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak di akuinya. Menurut aliran ini
bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis
lilin yang tidak terdapat tulisan apapun diatasnya. Dengan kata lain, seseorang
yang dilahirkan mirip atau bagaikan kertas putih yang masih kosong, sehingga
pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan
keberadaan anak. Sehubungan dengan ini dikatakan bahwa pendidikan adalah “maha
kuasa” artinya seolah-olah pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib
anak.
Oleh karena itu, John Locke
menganjurkan agar pendidikan di sekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan
rasionya dan bukan atas perasaannya. Mendidik menurut John Locke adalah
membentuk pribadi anak sesuai dengan yang dikehendakinya. Aliran ini disebut
juga dengan aliran optimisme. Aliran ini juga menyakini bahwa dengan memberikan
pengalaman melalui dididkan tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa
yang diinginkan.
Walau demikian para penganut
aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang
dapat dimanipulasi karena keberadaannya yang pasif.
2. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Arthur
Schoupenhauer (1788-1860). Menurut Zahara Idris (1992:6) nativisme berasal dari
bahasa Latin nativus yang artinya
terlahir. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Pokok pikiran
dari aliran ini adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor
pembawaan yang berupa bakat.
Aliran ini dikenal juga sebagai aliran pesimistik
karena pandangannya yang menyatakan bahwa orang yang “berbakat tidak baik “
akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik demikian
pula sebaliknya. Aliran ini juga mempunyai ajaran bahwa bakat yang merupakan
pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya.
Dengan demikian menurut aliran ini
tetap saja berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap
perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai
dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya. Dengan demikian
mendidik adalah membiarkan seseorang tumbuh berdasarkan pembawaannnya.
3. Aliran
Naturalisme
Aliran ini di pelopori oleh J.J Rousseau (1712-1778).
Pandangan Aliran ini sama dengan aliran naturalisme. Aliran ini berpendapat
bahwa pendidikan hanya memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan
sendirinya. Pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Pendidikan hanya dapat
berbuat menjaga agar pembawaan yang baik pada anak tidak menjadi rusak akibat
campur tangan masyarakat. Oleh karena itu, ciri utama aliran ini adalah bahwa
dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar pembawaan
yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. Pada saat anak menjadi remaja
hendaknya diajarkan agama dan moral yang semata-mata sebagai alasan alamiah
semata.
Rousseau berpendapat bahwa lebih baik menunda suatu
pengajaran daripada cepat-cepat melaksanakannya hanya karena ingin menanamkan suatu
aturan atau otoritas tertentu (Dirjen Dikti,1983/84:37).
4. Aliran
Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern
(1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakini
empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran aliran
ini adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang
menentukan pembentukan pribadi seseorang. Setiap pribadi merupakan basil konvergensi
dari faktor-faktor intemal dan
eksternal. Perpaduan antara pembawaan dan lingkungan keduanya menuju pada satu
titik pertemuan yang terwujud sebagai basil pendidikan. Sehubungan dengan hal
itu teori konvergensi yang di kemukakan oleh William Stern berpendapat bahwa:
1.
pendidikan memiliki kemungkinan untuk dapat
dilaksanakan, dalam arti dapat dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk
mengembangkan potensinya.
2.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah
pembawaan dan ligkungannya.
B.
Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan
1. Pembelajaran alam sekitar
Dasar
pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah bahwa peserta
didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Di dalam
pendidikan hal ini dapat di tanamkan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan
lingkungan alami, dan sumber sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya
penting agi perkembangan peserta didik.
2. Pengajaran pusat perhatian
Penemunya adalah Ovide Decorly menurutnya pengajaran
di susun menurut pusat perhatian anak, yang di namai centers d’interet. Dari
pusat perhatian ini kemudian di ambil pelajaran pelajaran yang lain, yang dapat
di pergunakan sebagai pusat perhatian ialah yang sesuai dengan perhatian anak.
3. Sekolah kerja
Pendapat ini di kemukakan oleh George Kerschsteiner
menurutnya kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik
untuk suatu pekerjaan, pekerjaan tersebutndaknya juga untuk kepentingan negara,
oleh karena itu para peserta didik harus di tamankan keinsyafan untuk ikut
serta membantu negara di samping pekerjaannya.
4. Pengajaran proyek
Dalam hal ini penting bahwa peserta didik telah aktif
memecahkan persoalan, maka wataknhya akan terbentuk. Konsep ini di kemukakan
oleh WH Kilpatrick, dia menanamkan pengajaran proyek sebagai satu kesatuan
tugas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan secara teratur di kerjakan
bersama sama dengan teman temannya.
C. Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia
1. Perguruan kebangsaan taman siswa
Taman siswa di dirikan tanggal 3 juli 1922 oleh Ki
Hajar Dewantara, pada zaman penjajahan Belanda Taman siswa bersikap non
cooperative dan menolak pemberian subsidi. Baru setelah masa kemerdekaan sikap
non cooperativ berubah menjadi sikap pro dan bekerjasama dengan pemerintah.
Taman siswa memiliki asas asas sebagai berikut :
1. asas merdeka untuk
mengatur dirinya sendiri
2. asas kebudayaan yang
dalam hal ini kebudayaan indonesia sendiri
3. asas
kerakyatan, pendidikan, dan pengajaran harus di berikan kepada seluruh rakyat
4. asas kekuatan
sendiri
5. asas berhamba kepada
anak
Pada saat indonesia merdeka tahun 1945 dan dua tahun
berikutnya berhasil di susun dasar dasar taman siswa yang di kenal dengan panca
dharma, kelima dasar yang di maksud adalah kemanusiaan, kodrat hidup,
kebangsaan, kebudayaan dan kemerdekaan.
2. Ruang
pendidikan INS di Kayutanan
Didirikan oleh Muhamad Syafei, sekolah ini menpunyai
rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan rancangan
Kershensteiner dengan Arbeitsschulenya. M syafei sependapat dengan
Kershensteiner, yang beranggapan bahwa dengan belajar bekerja sendiri watak
peserta didik akan terbentuk dan di kemudian hari dapat tumbuh menjadi orang
dewasa yang merdeka, tidak hanya dengan jalan menghafal sebagaimana di sekolah.